Aku terbangun dari tidur siangku ,langsung ku duduk terengah-engah sambil melihat sekeliling. “Sudah bangun kamu ternyata nak ,sana cepat mandi! Temanmu sudah menunggu di luar” kata tante Mira yang sedang menonton tv di dekatku. Aku langsung bergegas mandi.“Tante saya berangkat !!” kataku sambil berlari ke arah lina yang menunggu di luar rumah.Tante Mira hanya tersenyum. “kita ke tempat biasa kan ? rio dan dika sudah menunggu di sana....” tanya lina sambil menyetir mobil. “Hah ? ada dika ? si anak yang suka cari perhatian itu ? ahhh !!”tanyaku sambil merengut. “iya ,udaah nyantaii ajaa ...aku yang atur nanti” jawab lina sambil tertawa.Kami sudah sampai di tempat biasa kami nongkrong berdua. Tempat ini seperti kafe ,ada wifi dan billyard. Sangat cocok untuk anak muda jaman sekarang. Kami pun mencari rio dan dika yang sudah menunggu di tempat ini sejak tadi siang, karena mereka juga sangat gemar nongkrong di sini.“hey ,lina ! kemarilah !...aku sudah nunggu kamu daritadi...” teriak dika pada lina. “Hey ,iya!!” sahut lina sambil menggandengku ke arah tempat dika berada. aku dan lina pun duduk di sofa tempat dika duduk. “mana rio ? gak sama kamu ?” tanya lina. “dia sudah pulang , katanya sih mau ke luar kota sama ortunya.” kata dika sambil tersenyum. “wah pasti bohong nih dika” kataku dalam hati. Dengan rasa malas bercampur bosan karena bertemu dengan dika ,orang yang aku benci dan tidak kusukai aku langsung berdiri dan meninggalkan lina dan dika yang sedang asyik mengobrol ke toilet. Namun lina acuh saat aku pergi meninggalkan mereka. Disini aku lebih nyaman meskipun hanya duduk dan maen game di hpku.Pukul 19.00 tak terasa ,hampir satu jam aku berada di toilet. Tak ada tanda-tanda lina yang sms atau telfon aku. Aku segera Bergegas keluar toilet dan menuju ke arah lina dan dika duduk tadi. Aku kaget dan terengah ternyata mereka berdua sudah tak ada disana. Dengan segera aku menelfon lina. Namun tak diangkat olehnya. Tak lama ada sms dari dika yg mengatakan, “maaf ,lina lagi sama aku di hotel. Kamu langsung pulang aja” “Gila !!!....lina kejebak sama dika!!” aku terkejut dan langsung menuju keluar lalu mencari taxi. Aku bermaksud menuju ke tempat lina dan dika berada. Dengan tergesa-gesa aku cepat-cepat menuju ke sana ketika taxi yang ku naiki sampai ke tempat itu. Belum sampai ke dalam hotel ,aku bertemu dengan rio dengan wajah pucat ia menatapku tajam. Lalu berlari ke arahku dan memelukku erat. “aku kecewa dengan lina dan dika..mereka menghianatiku..dika ,sahabat baikku sejak kecil sekarang malah bercinta di hotel dengan kekasihku saat ini ,lina” kata rio sambil menangis di pundakku. Aku terkejut mendengar perkataan rio ,ternyata lina adalah kekasih rio. Lina menyembunyikannya selama ini kalau ternyata ia berpacaran dengan Rio,mungkin karena rio itu mantan pacarku. “udaah rio...sabaaar!” kataku sambil mengelus rambut rio.Aku dan rio memutuskan untuk kembali ke kafe untuk menenangkan diri. Karena Kami sama-sama dikecewakan oleh sahabat kami. Dengan saling ngobrol dan sharing mungkin hati kami bisa cukup tenang. Gak kerasa sejam berlalu dan udah larut malam. Kami pun memutuskan untuk pulang kerumah.Keesokan harinya, rio telfon aku pagi-pagi sekali dan gak aku sangka ,dia nembak aku. Yang ada dipikiranku ada dua ,rio nembak aku Cuma buat pelampiasan ,atau dia masih sayang sama aku. “hmm iya aku mau!” spontan dan tanpa pikir panjang aku jawab. Aku juga gak percaya aku ngejawab gitu. Aku spontan ngejawab gitu, mungkin karena aku masih ada rasa sam rio. Tapi aku yakin ,Cuma butuh waktu aja buat aku sam rio bener-bener saling cinta.6bulan sudah aku ngejalanin hubungan pacaran ini sama rio ,untuk masalah dika dan lina ,aku sama rio udah ga pernah kontak lagi sama mereka semenjak kejadian di hotel waktu itu. Aku seneng, 6 bulan ngejalanin hubungan sama rio ini lebih baik daripada dulu pacaran sama dia sebelumnya. Aku ngerasa nyaman banget sama dia. Aku ngerasa bener-bener cinta dan sayang sama dia. Aku ngerasa dia cinta pertamaku. Aku harap hubunganku sama Rio bisa sampe lama.Besok,21 januari 2010 merupakan 1 tahun kami berpacaran. Aku sangat senang ,aku harap besok dia ngasih aku kejutan. Sejenak berfikir bahwa ia akan memberiku kejutan ,namun di sisi lain aku juga masih bingung .Rio seharian ini tidak ada kabar sama sekali itu apa benar-benar ingin memberiku kejutan? Malam telah tiba ,namun ia tak kunjung memberiku kabar. Tak terasa ,aku tertidur. Keesokan harinya ,Anniversaryku dengannya telah tiba ,namun tak ada kabar sama sekali darinya. Tanpa pikir panjang ,saat itu juga aku menelfon dia. Tak lama, akhirnya telfon itu diangkat. “halo ,siapa ya ?ini aku ,calon istrinya Rio!!”terdengar suara dari telingaku. Sambil melongo, dan shok aku melepas hpku hingga jatuh ke lantai.kucuran air mataku tak bisa kusembunyikan. Aku menangis tak henti-hentinya. Aku sangat sedih dan kecewa mendengar kata-kata itu meskipun belum terbukti kebenarannya. Karena hpku saat itu kuaktifkan loudspeaker, Sekilas aku mendengar si penelpon itu berkata, “aku calon istri rio, sebentar lagi kami akan menikah!,Jika kamu tak percaya, kami akan segera menyebar undangan pernikahan kami setelah ini” semakin keras saja aliran air mataku ini hingga aku tak sanggup menahannya ,ternyata orang yang benar-benar aku sayangi tega menghianatiku begitu saja. Apalagi malam harinya ,undangan itu benar-benar dikirim kepadaku.Hari ini, hari yang seharusnya merupakan hari bahagia buat aku namun malah hari yang paling buat aku sedih banget karena kesalahanku sendiri nerima pernyataan cinta seseorang yang notabene gampang banget ninggalin cewk lain yang sayang sama dia ....
.::cinta yang tlah pergi::. " Karya: cyl "
Setahun sudah kulalui hari-hari ku tanpa dirinya. Semenjak dia pergi meninggalkanku sendiri. Aku kembali ceria seperti biasanya. Ketika aku sedang duduk di halaman belakang sekolah, kedua teman baikku menghampiriku.“Hai, ra? ngapain lo duduk sendirian disitu,” tanya Bella penasaran.Bella adalah salah satu teman yang baik, tapi agak sedikit cerewet dan paling deket ma cowok alias centil. Satu lagi teman baikku namanya Ami dia orangnya baik, ramah, pinter dan agak lembut. Aku sendiri Ara yang biasa kedua temanku memanggilku. Kata mereka sih aku orangnya baik jelas dong, pinter, ramah, tapi sedikit cuek.“Hai, gak pa-pa kok, gue Cuma pengen duduk sendirian ja sambil menghirup udara seger gitu,” jawabku.“Apa lo bilang udara seger!!! yang ada udara panas lagi. Hari udah siang gini,” tentang Bella sama Ami serempak dengan gayanya yang khas.“He...he...” jawabku sambil tersenyum.“Ra, lo lagi mikirin sesuatu ya?” tanya Bella yang masih penasaran.“Gak kok bell...” jelasku.“Udahlah ra gue tau lo kok!!” kata Bella.“Iya nih, gue lagi mikirin mantan gue. Tapi yaudah lah gak usah dibahas ya Bell.” jawabku menjelaskan.“Eh iya ngomong-ngomong nih, minggu depan kan ada ulangan matematika mana gurunya killer lagi. Gimana kalau nanti siang kita kerumah Ami ja buat belajar bareng. Mau gk?” ajakku.“Boleh tuh, gue setuju” jawab Bella dengan penuh semangat.“Iya gue juga setuju ra” tambah Ami.“Tumben lo bel, mau belajar?? biasanya lo shopping melulu” ledekku sambil tertawa.“Ah lu ra, bisanya ngeledek gue melulu!!” jawab Bella sambil cemberut muka.Bel berbunyi tandanya pulang sekolah. Aku, Ami, dan Bella langsung siap-siap untuk kerumah Ami. Tapi aku pulang duluan kerena ada sesuatu yang mau diambil.“Mi, gue nanti nyusul ja ya!” kataku.“Iya deh, tapi lo jangan lama-lama ya??” jawab Ami.“Ok deh bos!!” jawabku lagi sambil mengangkat tangan ke samping kepala.Setibanya dirumah aku langsung siap-siap ganti baju dan tak lupa mengambil sesuatu yang kubilang tadi. Lalu pergi kerumah Ami.“Ma, Ara pergi dulu ya ke tempat Ami” kataku meminta izin sambil bergegas pergi meninggalkan rumah dan sekalian mengambil gorengan yang dimasak oleh mama.“Iya tapi jangan kemaleman ya pulangnya”jawab mama mengingatkanku. Aq pun pergi diantar oleh Pak Somat, salah satu supirku.“Pak kita kerumah Ami ya,” suruhku.“Siap non,” sahut pak Somat.Cinta jangan kau pergii tinggalkan diriku sendiri,,,,Bunyi Hp ku berdering ternyata Ami yang menelpon.“Ra, lo diman sih kok lama banget?” teriak Bella.“Ohh, Bella kiraiin Ami! Iya gue lagi dijalan neh, sabar dong, bentar lagi nyampe kok” jawabku.“Yaudah cepetan ya” suruh Bella gak sabaran.“Iya baweell” jawabku lagi.Setelah beberapa lama aku pun sampai dirumah Ami. Ketika aku turun dan hendak masuk, aku gak sengaja menumbur orang yang gak aku kenal, belum sempat aku meminta maaf tapi Ami dan Bella langsung memanggilku dan menyuruhku masuk.“Ra ngapain lo tadi” tanya Ami.“Gak, gue tadi gak sengaja numbur orang, gak tau siapa.“Ooh,,, itu kan Rangga, tetanggaku” jelas Ami.“Owhh,,,,,!!!’ jawab kami serentak.“Cakep ya Ra,” kata Bella.“ Gak tau , abiz gue gak terlalu memperhatikan orangnya sih” kataku cuek.“Eh Mi lo kenapa gak bilang kalo ada tetangga yang secakep and sekeren itu,” tanya Bella.“Iya mereka itu baru pindah kemarin kesini,” jelas Ami. Aku pun langsung mengalihkan pembicaraan karena kurasa pembicaraan itu gak begitu penting untuk dibicarain.“Udah deh kita kan mau belajar ngapain sih ngomongin orang itu,” perintahku.“Iya ,, iya kayaknya bos kita lagi keel nih??” ledek Bella. “Uhh,,,,” kataku. Sejam kemudian ada orang yang datang kerumah Ami dan mengetok pintu. Ketika aku hendak membuka pintunya ternyata yang datang adalah orang yang menumburku tadi didepan rumah Ami. Aku kaget ketika melihatnya.“Lo siapa ya” tanya ku.“Maaf, gue tetangga sebelah yang baru pindah kesini,” jelasnya. Gue disuruh mama mengantarkan kue ini sebagai tanda perkenalan kami kepada tetangga disini.‘Oh,,,makasih ya,” kataku.“Iya sama-sama, oya kalo gak salah lo tadi yang number gue kan?” tanya nya.“Iya tapi gue kan gak sengaja.” jelasku.“Kalau gak sengaja minta maaf dong,” katanya dengan nada tinggi“Eh gk usah teriak gitu kali,” kataku emosi.gue tadi tuh mau minta maaf tapi keburu dipanggil temen gue jadi gak sempet deh. oke deh gue minta maaf kalo gitu,“ kataku sambil menjulurkan tangan.“Iya gue maafin” jawabnya dengan nada jutek.Akhirnya aku pun memanggil Ami, karena aku males ngeladenin orang yang sok kayak dia. Tapi belum sempat Ami datang, dia pun langsung ja pulang tanpa permisi terlebih dahulu. Aku pun makin sebel melihatnya.“Mana ra katanya ada yang datang?” tanya Ami.“Udah gue usir” jawabku ketus.“Kok lo usir ra?” tanya Ami lagi.“Abiz orangnya nyebelin sih, ya gue usir ja,” jawabku lagi.“Emang siapa yang datang ra,” tanya Ami penasaran.“Itu tuh tetangga baru lo yang nyebelin itu,” kataku. udah ah, itu dia ngasih kue dari mamanya” jelasku.“Oh,... baik juga ya ra,” kata Ami. “Baik dari HONGKONG!!!! yang baik tuh mamanya, dia mah gak,” kataku kesal.Aku dan Ami pun langsung keatas untuk ngelanjutin belajar. Ternyata tanpa sadar Bella sudah menunggu kami berdua dengan wajah yang sangat kesal.“Ngapain sih lo berdua lama amat deh,” tanya Bella kesal.“Duh yang lagi bête nih?” jawabku merayu. Bella hanya diam saja mendengar perkataan kami berdua.“Oya Mi lo ada balon gak? kalo ada lo kasih deh ma Bella” ledekku.“Apaan sih, emang gue anak kecil apa dikasih balon?” jawab Bella sambil cemberut.Kami pun melanjutkan belajar kami dengan serius. Tak berapa lama kami belajar, kami pun memutuskan untuk pulang. lagian udah malem juga.Besoknya aku memutuskan untuk jalan-jalan sendiri karena Ami dan Bella lagi sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ketika aku sedang berjalan di suatu mall tanpa sadar aku melihat seseorang yang gak asing lagi buatku. Ya tentu saja, dia adalah masa laluku. Dia tepat berdiri dihadapanku, seseorang sangat berharga bagiku tapi itu dulu sekarang udah gak lagi. Aku pun pura-pura gak liat dia. Tapi dia tersenyum padaku, aku tidak menghiraukannya dan aku tetap berjalan kedepan tanpa membalas senyumannya. Tidak jauh aku melangkah, tiba-tiba dia memanggilku dari jauh.“Ra.... Ara..” teriaknya.Tersentak aku kaget mendengar dia memanggilku, rasanya aku ingin menoleh kearahnya. Akhirnya aku paksakan untuk menoleh kebelakang dan mencoba tersenyum padanya. Lalu dia pun menghampiriku.“Hai ra, pa kabar, udah lama ya gak ketemu?” tanyanya.“Hai juga, ya gini deh lo bisa liat kan kabar gue gimana” jawabku ketus.“Kok gitu sih Ra? lo masih marah ya ma gue?” katanya lagi.“Iya....” jawabku singkat.“Yaudah lah Ra, kalo lo marah?” katanya dengan nada rendah dan pergi berpaling meninggalkan aku.Mendengar perkataanya rasanya hatiku merasa sedih, entah kenapa itu bisa terjadi. Apa karena aku masih mengingat dan sayang padanya. Tapi perasaan itu udah aku buang jauh-jauh dan tanpa sadar perasaan itu kembali muncul dibenakku. Lalu aku pun meneteskan air mata dipipiku. Setelah melihat dia sudah tidak ada lagi dihadapanku lagi, aku menyesal sekali, tapi yaudahlah mugkin itu yang terbaik.Aku pu mencoba untuk pergi lagi. Mungkin aku bisa ketemu lagi sama dia dan mencoba untuk mengobrol dengannya. Tiba-tiba aku melihat dia sudah ada dihadapanku.“Hai Dit, maaf ya soal yang kemarin” kataku.“Oh, yaudahlah gak usah dipikirin lagi!” jawabnya ketus.“Dit sekali lagi gue minta maaf banget sama lo?” ucapku memohon.“Iya Ra, udah gue maafin kok, seharusnya gue yang minta maaf sama lo. Karena dulu gue udah nyakitin dan ngecewain lo?” kata Radit.“Makasih ya Dit” jawabku terharu.“Ra sebenernya gue masih sayang sama lo?” jelas Radit.Sejenak aku terdiam karena aku kaget mendengar perkataan Radit barusan. Aku hanya bisa tersenyum tanpa berkata apa-apa.“Kok lo diem Ra?” tanya Radit sambil menepuk pundakku.“Oh..eh..gak kok!” jawabku bingung.“Dit gue gak tau harus ngomong apa, gue pergi dulu ya?”Kataku lagi.Aku pun pergi meninggalkan Radit tanpa harus berkata apa-apa. Lalu aku langsung kerumah Ami. Setibanya dirumah Ami aku bertemu dengan Rangga di depan Rumah Ami. Tapi aku cuekin aja dan langsung masuk. Aku pun menceritakan semuanya ke Ami. Ami selalu mendengarkan aku dan dia juga yang selalu memberiku nasihat setiap aku ada masalah. Ami memberikanku masukan-masukan yang positif. Lalu aku berfikir kalau aku sayang sama Radit, apa salahnya aku berterus terang padanya daripada nanti terlambat dan aku menyesal kelak. Aku pun mencoba untuk menghubungi Radit, tapi handphone nya gak bisa dihubungi. Dalam hatiku berfikir, apakah Radit mencoba menghindariku!!!. Lalu bunyi handphone ku berdering. Aku kira Radit yang nelpon, tapi gak taunya Bella. “Halo Bel, napa lo malem-malem gini nelpon gue” sahutku. “Iya Ra, gue cuma mau bilang besok kan kita ulangan matematika, lo udah belajar belom?” tanya Bella mengingatkanku. “Astaga!!! Oh iya ya gue lupa Bell? Terpaksa deh gue tidur malem” jawabku kaget. “Apa lo Ra, masak lo lupa sih? Ngapain ja lo Ra,” kata Bella. “Iya gue kan juga manusia pasti dong punya kesalahan, hehehe….” jawabku lagi. “Gaya lo Ra!!” “Emang lo udah belajar apa Bell?” tanyaku. “Udah, tapi baru dikit nih. Hehehe” jawab bella sambil cengar-cengir. “Bell udah dulu ya, gue mau belajar nih. Besok ja ya ceritanya,” kataku. “Ok deh bos, selamet belajar ya neng!!” jawab Bella lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk belajar dan tidak menghiraukan Radit dan tidak mengingatnya dulu untuk sementara waktu. Mungkin dia hanya masa laluku yang tiba-tiba muncul dan pergi.Keesokan harinya disekolah Aku, Ami dan Bella siap-siap untuk ulangan matematika. Bel pun berbunyi tandanya masuk. Semua murid-murid pada lari-lari termasuk kami bertiga karena bel sudah masuk. Tak berapa lama Bu Dedet pun masuk ke kelas, kami pun langsung terdiam. “Baik anak-anak hari ini kita ulangan ya, jadi sekarang siapkan kertas ulangan kalian masing-masing dan tidak ada yang boleh secontekan. Kalian mengerti??” jelas bu Dedet. “Mengerti bu,” jawab kami serentak. Lalu bu dedet pun membagikan kertas soal ulangan matematika kepada kami semua. Kami pun tidak ada yang berani untuk secontekan apalagi untuk toleh kanan toleh kiri. Pengawasan bu Dedet sangat ketat sekali sehingga tidak ada yang berani mencontek. Tak berapa lama kami mengerjakan soal, tiba-tiba ada sosok seorang cowok yang datang ke kelas kami bersama pak kepala sekolah. Ya…. Ternyata dia adalah Rangga, tetangganya Ami. Aku kaget ketika melihat dia masuk ke kelas kami. Lalu pak kepsek pun mengenalkan rangga sebagai murid pindahan dari Jakarta. Tapi belum sempat pak kepsek melanjutkan pembicaraannya itu, bu Dedet langsung memotong dan bilang supaya perkenalannya nanti saja, soalnya murid-murid lagi ulangan. Kemudian Rangga dan pak kepsek pun keluar. “Duh, kok Rangga bisa masuk ke kelas gue ya??” batinku. Akhirnya bel pun berbunyi dan tandanya ulangan selesai. Semua anak-anak bernafas lega dan bu Dedet pun meninggalkan ruangan kelas kami. “Ami, kok Rangga bisa sekolah disini juga ya?” tanyaku heran. “Ya… mana gue tau!!” jawab Ami. “Bagus dong kalau Rangga bisa satu kelas sam kita” tambah Bella. “Ah lo Bel nyambung aja, bilang ja lo mau deketin Rangga, ia kan?? Ngaku lo!!” kataku.Lalu tanpa sadar Rangga sudah ada di belakang kami dan menyapa kami bertiga. Tapi aku tetap cuek sama dia.Setelah pulang sekolah aku mencoba untuk menemui Radit. Aku akan bilang yang sebenarnya tentang perasaanku. Tak lama aku menunggu Radit pun datang menghampiri aku. Kami berdua pun mengobrol banyak tentang masa lalu kami.“Ra, gimana dengan jawaban lo yang kemarin?” tanya Radit.“Ehm… gimana ya? Dit sebenernya gue itu masih sayang sama lo tapi gue gak bisa balikan lagi sama lo. Gue minta maaf banget. Mungkin lo akan dapetin yang lebih baik daripada gue. Gue itu gak pantes buat lo. Gue bukan cewek yang baik.” kataku.“Kok lo ngomong gitu Ra?” tanya Radit.“Ya emang gitu Dit, mau gimana lagi!” jelasku.“Yaudahlah Ra kalau itu emang keputusan lo, gue gak akan ngangguin lo lagi. Tapi lo akan selalu ada dihati gue Ra, karena gue sayang sama lo Ra. Mungkin dulu gue udah banyak nyakitin perasaan lo tapi sekarang gue sadar bahwa gak ada cewek yang sebaik lo. Gue nyesel udah nyakitin lo Ra. Tapi sekarang kayaknya udah terlambat buat gue untuk menyesali perbuatan gue dan lo juga udah gak ada perasaan lagi sama gue. Oh ya Ra besok gue mau pindah ke Paris. Mungkin ini terakhir kalinya kita ketemu. Lo baik-baik ya disini.” kata Radit.Tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja ketika mendengar ucapan Radit. Aku emang gak bisa membohongi hatiku sendiri. Tapi aku gak mau terluka lagi.“Dit, secepet itu kah lo mau pergi?” tanyaku.“Iya Ra” jawab Radit singkat.Aku mencoba untuk berfikir lagi tentang keputusanku ini. Rasanya aku gak sanggup kehilangan Radit yang begitu berharga buatku, meskipun dia telah menyakitiku. Tapi kalau ini memang yang terbaik untuk kita berdua aku akan coba terima. Akhirnya aku membiarkannya pergi. Emang ini salah ku yang tidak mau balikan lagi sama Radit. Aku relain dia agar dia bisa bahagia disana. Kenapa ya penyesalan selalu datang terakhir.
.::saat-saat terakhir::. "Karya: firadestiny"
Hari masih lumayan pagi saat aku memasuki kelasku. Karena itu, sekolah masih lenggang. Sambil terus memperhatikan siswa-siswi yang berlalu lalang di dekatku, aku berjalan ke kelasku. Sepertinya kelas masih sepi. Ternyata aku salah, kelas sudah sangat ramai. Bahkan perkiraanku, semua sudah datang. Aku duduk di kursiku sendiri dan melihat teman sebangkuku belum datang. Tumben-tumbenan Karin belum datang, biasanya dia lebih cepat datangnya dari aku. “Clara!” seseorang memanggilku. Ternyata Gilang.“Ya?” tanyaku.“Kamu tahu berita terbaru disini?” Gilang duduk di kursinya Karin.“Nggak. Emang ada apa?”“Yudi meninggal,” kata Gilang lirih.Aku sangat terkejut. Yudi meninggal? Yudi pacarnya Karin? Kini aku tahu kenapa Karin belum datang. Sepertinya Karin masih syok atas meninggalnya Yudi.Masih dengan kekagetan yang tersisa. Aku bertanya.“Kamu tahu kenapadia meninggal?”“Katanya sih kecelakaan.”Aku kembali terkejut. Aku harus cepat-cepat menjenguk Karin, takut dia kenapa-kenapa.Lima menit lagi bel berbunyi, tapi Karin belum juga datang. Aku mulai cemas, apakah ia tidak masuk sekolah? Sedang apa dia sekarang? Pertanyaan yang tidak terjawab berkecamuk di hatiku yang mencemaskan kondisi Karin. Karin itu teman sepermainanku saat SMP sampai saat SMA ini. Lima tahun aku bersamanya. Beberapa kali aku mencoba menelpon handphone-nya. tapi tak ada jawaban. Tidak di angkat.Selama di sekolah aku sangat gelisah. Sampai-sampai pelajaran apapun tidak masuk ke otakku. Bahkan, beberapa kali aku kena teguran oleh beberapa guru karena tidak mencatat.Sampai ketika waktu bel tanda pulangan berbunyi lima belas menit lagi. Aku sudah siap-siap, membersihkan semua peralatan belajarku ke dalam tas. Tapi gerakanku itu ternyata diketahui oleh Bu Dewi, guru sejarah.“Mau kemana kau, Clara Finansi?” tanya Bu Dewi dengan nada tajam.“Mau ke rumah temen, Bu,” jawabku jujur. Percuma berbohong, malah tambah rumit nanti.“Rumah siapa?”“Karin Rytna, Bu.”“Waktu pulangan masih beberapa menit lagi, Clara,” kata Bu Dewi sambil melihat jam.Aku hanya diam, diam yang menyimpan sedikit rasa kelegaan. Karena percakapan tadi kira-kira berkisar sepuluh menit. Dan baru saja Bu Dewi kemballi melanjutkan pelajaran, bel tanda pulangan sudah berbunyi. Otomatis Bu Dewi langsung menyalahkanku.“Gara-gara kamu. Waktu pelajaran saya terpotong sepuluh menit,” semprot Bu Dewi saat aku mendekatinya.“Maafkan saya, Bu. Tapi saya punya urusan yang sangat penting.” Aku menyalami tangannya.“Lain kali jangan ulangi lagi.”“Sip, Bu,” kataku sambil mengancungkan satu jempol. *** Dalam perjalanan ke rumah Karin, aku bersama Andika, pacarku, sangat mencemaskan keadaan Karin. Perasaanku sangat tidak enak.Sampainya di rumah Karin, aku disambut oleh Mama-nya Karin, yang sudah kukenal dengan baik, dengan sangat ramah.“Cari Karin ya?” tanya Mama Karin sambil tersenyum.“Iya, Tante. Karin ada?” kataku.“lagi di kamar. Tuh anak nggak mau keluar. Tolong ya bujuk dia supaya mau makan,” pinta Mama Karin.“Sip, Tante.”Kamar Karin ada di lantai dua. Andika mengikutiku dalam diam. Tiba di kamar Karin, aku tidak langsung masuk seperti biasanya. Aku menoleh ke Andika, meminta dukungan moral agar dapat menerima apapun kondisi yang dialami oleh Karin.Andika mengangguk dan memegang tanganku dengan erat. Aku tersenyum pahit. Aku mengetuk pintu kamar Karin, tidak ada sahutan. Ku tempelkan telingaku pada daun pintu. Nyaris tidak ada suara. Samar-samar aku mendengar tangis tertahan dari dalam. Aku yakin tangis itu milik Karin. Ku buka pintu lebar. Ku edarkan seluruh pandangan ke kamar Karin. Kudapati Karin duduk di lantai sambil bersandar di kasurnya sendiri. Pelan tapi pasti, aku mengangkat tubuh Karin ke kasurnya, dibantu Andika.Ku raih tisu basah yang ada di sebelah kasur Karin. Pelan-pelan aku membersihkan wajah Karin. Karin memperhatikan wajahku, tatapannya kosong. Tiba-tiba ia menghambur ke pelukanku, menangis di sana. Sejenak aku dan Andika tertegun. Dan aku baru sadar setelah bajuku basah oleh air mata Karin yang melebihi batas normal orang menangis.“Mau cerita?” tanyaku.Tak ada jawaban, Karin terus saja menangis. Ingin aku mendesaknya, tapi tangan Andika yangmemegang bahuku.“Jangan dipaksa, biarkan dia bercerita sendiri,”Ketika Andika menyelesaikan kalimatnya, saat itu juga Karin mulai bercerita. *** Karin berjalan pelan, dengan hati yang berbunga-bunga dan senyum manis yang tercetak di bibir pinknya, berjalan ke arah restaurant di pinggir jalan. Restaurant Jepang itu terlihat sepi. Sampai disana Karin mengedarkan pandangannya. Orang yang di tunggunya ternyata ada di meja nomor dua puluh lima, meja yang berada di pojokkan restaurant itu. Senyum Karin bertambah lebar saat Yudi melambaikan tangannya, menyuruhnya duduk di sebelahnya.“Udah nunggu lama ya?” tanya Karin.“Nggak kok, aku baru aja datang,” jawab Yudi.“Udah pesan?”Sebagai jawaban Yudi menggeleng pelan. “Kamu mau pesan apa?”“Apa saja. Tapi jangan yang berat. Aku tadi sudah makan.”“Okelah.”Selagi Yudi memesan pada seorang pelayan, Karin memperhatikan cowok yang ada di hadapannya ini. Yudi adalah pacar Karin yang sudah hampir enam bulan pacaran dengannya. Yudi termasuk cowok yang diidam-idamkan para cewek, cowok yang membuat para cewek tidak bisa tidur karena terbayang wajahnya yang cakep, berdagu tegas. Karin merasa sangat beruntung karena mendapatkan Yudi. “Rin? Karin?” tangan Yudi melambai-lambai di depan wajah Karin, membuat Karin tersadar dari lamunannya.“Hah? Apa? Udah pesan?” Karin tergagap.“Kamu ini. Ngelamun ya? Hayo ngelamunin siapa? Mulai main dibelakang ya kamu?” goda Yudi.“Ih, apaan sih. Siapa juga yang ngelamun?” elak Karin.“Kamu.”“Nggak kok. Siapa yang bilang aku melamun?”“Abisnya kamu... tadi kupanggilin nggak dijawab. Ditanya malah nggak nyambung jawabannya.”“Emang kamu nanya apa?”“Tuh kan. Tadi aku nanya, hari ini kita mau ngapain? Aku punya waktu lima jam nih.”“Hah? Kemana ya? Emang kamu mau kemana sih?”Wajah Yudi berubah pucat pasi. “Aku nggak mau kemana-mana.”“Wajahmu pucat. Kamu kenapa sih?” tanya Karin menyelidik.Pertanyaan yang tidak terjawab, karena pesanan sudah datang. Mereka makan dalam diam. Selesai makan, mereka memutuskan akan ke bukit bintang. Yudi mewanti-wanti waktu yang dimilikinya hanya sekitar empat jam. Karin tidak lagi bertanya, karena ia tahu pertanyaan itu tidak akan dijawab oleh Yudi.Sampainya di bukit bintang. Karin dan Yudi tetap berada di mobil. “Karin?” panggil Yudi.“Ya?” Karin menoleh.“Jaga diri baik-baik ya.”“Loh?”“Aku nggak bisa jagain kamu terus-menerus. Waktuku hampir habis,” kata Yudi sambil menghela napas dengan berat.“Waktumu hampir habis? Kamu emang mau kemana sih?” tanya Karin heran. Tapi berikutnya ia sadar. pertanyaan yang tidak akan mendapatkan jawaban.“Sudah kubilang. Aku tidak kemana-mana, sayang.”“Bohong! Kamu pasti mau pergi. Nggak mungkin kamu ngomong kayak gini kalau nggak mau kemana-mana. Pasti ada apa-apa.” Karin bersikeras.“Sayang, aku nggak kemana-mana. Percaya deh. Aku pernah bohong kah sama kamu selama ini?” Yudi mengelus puncak kepala Karin.Karin hanya diam. Diam yang menyimpan kekesalan, kekecewaan.“Kita mau kemana lagi?” tanya Yudi.“Keliling Jakarta aja deh,” kata Karin.Yudi tersenyum kecil dan menjalankan mobilnya menjauhi bukit bintang.Hari itu, Yudi membuat Karin tertawa terus-menerus tanpa henti. Keliling Jakarta dilakukan Yudi dan Karin dalam waktu tiga setengah jam. Walaupun belum puas, akhirnya Karin mengalah. Karena waktu yang dimiliki oleh Yudi hampir habis.Karin pun setuju di antar pulang. Selama perjalanan, Karin mulai tertawa-tawa lagi mendengar celetuk-celetukkan dari Yudi yang menggelitik perut. Tak terasa mereka sampai di rumah Karin.“Makasih ya,” kata Karin sebelum keluar dari mobil.“Rin.” Yudi mencekal satu tangan Karin. Dengan gerakan cepat, Yudi menempelkan bibirnya di pipi Karin. Lalu membisikkan satu kalimat. “Aku sayang kamu.”Wajah Karin merona merah, ia keluar mobil dengan bahasa tubuh yang menandakan bahwa ia malu. Setelah mobil Yudi berjalan pelan manjauhi rumah Karin. Karin masuk ke rumah dengan wajah merona dan hati yang berbunga-bunga. Baru saja Karin menginjakkan kakinya di teras rumah, terdengar dengan jelas orang berlari sambil berteriak. “WOI! ADA TABRAKAN!”Secepat kilat Karin berlari menuju tempat kecelakaan, disusul oleh Mama dan Papa-nya. Perasaannya tidak enak. Sekitar sepuluh meter dari tempat kecelakaan, tiba-tiba Karin berhenti. Terpaku di tempatnya berdiri. Kaki, tangan, otak, dan hatinya sepertinya tidak berfungsi.Ia tidak mempercayai apa yang ada didepannya. Mobil itu rusak parah. Mobil itu manabrak pick-up dari arah berseberangan. Mobil itu akan mengubah hidupnya. Mobil itu adalah mobilnya... Yudi.Karin langsung terjatuh dan berjongkok. Airmatanya jatuh dengan deras. Tubuhnya yang terduduk langsung di tangkap oleh Papa-nya. *** Aku mengigit bibirku. Tak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Karin. Andika pun sama sepertiku. Aku melihat dengan jelas. Karin sangat terpukul, ia mencoba menahan kesedihan yang melingkupi dirinya.Antara percaya dan tidak percaya. Ternyata Karin dapat menceritakan saat-saat terakhir ketika ia masih bersama Yudi. Saat-saat terakhir yang mengubah hidupnya. Tak tega aku melihat Karin yang begitu kehilangan. Air mataku pun jatuh tanpa bisa ditahan.Kupeluk Karin yang menangis, sedangkan Andika hanya bisa mengelus punggung Karin sambil mengumamkan. “Sabar, Rin.”Dalam hati aku membenarkan ucapan Andika. Sabar, Rin...
.::GARA- GARA FACEBOOK::. "Karya: ZIAH"
“Eh, kamu punya alamat fb gak?”Tanya Niko. “Ehmm.. enggak ada, emang kenapa?”Ujar Raka, “Ahh… payah lo, hari gini gak ada FB?apa kata dunia.haha…”Niko tertawa sambil berlalu. “Emang apa penting nya FB sich Mon?”Tanya Diana.”FB itu singkatan dari facebook, itu adalah salah satu bentuk jejaring social via internet gitu untuk cari teman.”Ujar Mona.”Ooohh.. gitu ya.kamu punya FB gak?”Tanya Diana. “Punya.kamu?”Tanya Mona, Diana hanya menggeleng, “Kamu bisa buatin aku FB gak?”Tanya Diana. “Emang kamu mau aku buatin FB ya?”Tanya Mona, Diana mengangguk, “Ehmm.. oke, besok sore kamu ke rumah ku ya, aku akan bantuin kamu buat FB.”Ujar Mona.
Keesokan harinya, “Sore tante.Mona nya ada?”Tanya Diana, “Eh.. Diana, Mona ada di kamarnya lagi main Fb, kamu langsung ke kamarnya aja. “Ujar Mamanya Mona, tanpa membuang waktu, Diana langsung berlari ke kamar Mona, “Mona….”Teriak Diana, “Kamu Diana, ngagetin aku aja sich.”Ujar Mona, “Hehe…”Diana tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu jadi buatin aku FB kan?”Tanya Diana, “Iya, bawel amat sich, duduk di sini. “Ujar Mona, Diana pun duduk disamping Mona. “Kalau udah ada FB kamu harus sering buat dan ngecek status ya. “Ujar Mona, “Status apaan?aku gak ngerti, kamu buat aja status ku jomblo. “Ujar Diana. “Ihhh… bukan itu tauk?kamu itu buat status kalo kamu emang ingin berbagi cerita ama teman- teman di FB gitu. “Ujar Mona, “Iya… aku ngerti, ntar aku buat status dech.”Ujar Diana, “Ya udah, aku udah jadi teman kamu di fb ya. “Ujar Mona, Diana hanya mengangguk.
Sejak saat itu, Diana selalu update status pribadinya, bahkan untuk hal- hal gak penting pun, Diana selalu menulisnya.Hari- hari Diana hanya berkutat dengan fb, ngecek status, buat status, dll, pokoknya kalo gak sehari aja buka Fb,atau tulis status di Fb, pasti tangannya langsung gatal, gak heran uang jajan yang di berikan Mamanya di habiskan untuk FB dan main internet di warnet dekat rumahnya.Diana emang lagi gila main FB.
Hari ini seperti biasa Diana main ke warnet untuk buka FB, saat dia buka FB, ternyata ada permintaan pertemanan di FB nya, saat Diana membuka nya Diana melihat foto cowok yang Cute… banget. “Duh… cowok ini cute banget. Gak salah nich cowok ganteng kayak dia mau berteman ma aku?”Batin Diana.”Ahh.. bodo’ah yang penting teman ku banyak.”Batin Diana.Lagi asyik dengan FB nya ternyata tuch cowok yang bernama Rendy mengklik Diana yang sedang online, dan mereka pun chating.Sejak saat itu, Diana semakin sering ke warnet dekat rumahnya hanya untuk sekedar buat, ngecek status, bahkan chating dengan cowok yang bernama Rendy itu.
“Ma minta duit dong…”Ujar Diana sama Mama. “Apa duit lagi?Mama kan kasih jatah uang bulanan sama kamu, masa’ sekarang kamu minta duit lagi sich?Emang uang bulanan kamu kemana?”Tanya Mama. “Diana tabung ma…”Diana berbohong.”Menabung?kamu gak salah?bukannya selama ini kamu paling malas kalau yang namanya menabung?”Tanya Mama. “Ihh… Mama rese’, Mama mau kasih duitnya gak sich?”Tanya Diana, “Iya, Mama bakal kasih uangnya ke kamu, asal pengeluaran kamu tuh jelas.”Ujar Mama. “Jelas koq ma, Diana kan ke warnet,karena ada tugas. “Diana berbohong lagi.”Ya sudah, nich uangnya 20 ribu.”Akhirnya Mama memberikan Diana uang.
“Ma, Diana mana?”Tanya Papa. “Ke warnet pa, emang kenapa?”Tanya Mama, “Ke warnet, dari jam berapa?”Tanya Papa, “Dari sore tadi pa.”Ujar Mama. “Koq sampai jam 8 malam ini belum pulang juga?”Tanya Papa. “Gak tahu pa, katanya ada tugas.”Ujar Mama.Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, “Ma, koq sampai jam segini Diana belum pulang juga, mama susul dia ke warnet dech, papa takut nanti dia kenapa- napa. “Ujar Papa, Mama pun segera menyusul Diana ke warnet.
Sesampainya Mama di warnet, Mama melihat Diana sedang asyik dengan komputernya, Mama pun menghampiri Diana, “Diana, tugasnya udah selesai belum nak?”Tanya Mama. Diana yang sedang asyik Chating terkejut, “Mama….”Teriak Diana. “Uuu…Udah ma, Udah.”Ujar Diana gelagapan. “Tugasnya mana?Tanya Mama. “Ehmmm…gak dapet ma, Diana udah nyari tugasnya tapi gak dapat, besok Diana nyontek ama teman- teman aja dech. “Ujar Diana.”Ya sudah, ayo pulang.”Ujar Mama tanpa rasa curiga.
Kecintaan Diana sama Situs Jejaring Sosial itu semakin menggila, bahkan nilai- nilai Diana hampir di seluruh mata pelajaran merosot tajam, Mama sudah sering di panggil kepala sekolah, tapi tingkah Diana gak pernah berubah. “Diana, kamu masih buka FB?”Tanya Mona. “Ya jelas dong Mon…kamu?”Tanya Mona, “Aku juga, tapi sekarang aku jarang buka FB, kata Mama ku gak masalah kalau aku buka FB asal aku tahu waktu.”Ujar Mona. “Berarti kamu dong sekarang yang gak update?”Tanya Diana. “Bukan begitu, awalnya sich ku pikir kalo gak punya FB itu kuno, bahkan aku pernah sangat tergila- gila sama FB, tapi setelah nilai- nilai les ku turun, aku mulai mengurangi FB, paling seminggu sekali baru aku buka FB. “Ujar Mona.
Malam ini Diana sudah duduk di ruang keluarga. “Diana, Kamu kenapa sich nak?kalau ada masalah kamu bisa curhat ke Mama dan Papa kan?gak perlu lewat jejaring social.”Ujar Papa.”Papa marah Diana punya FB?”Tanya Diana.”Papa gak pernah marah, kamu mau mau berteman dengan siapa saja, itu hak kamu, termasuk berteman di jejaring social, Papa juga ngerti koq seleranya anak muda, sekarang lagi ngetren FB, iya kan?” Tanya Papa, Diana mengangguk. “Papa juga gak melarang kamu untuk masuk ke jejaring social itu asal kamu tahu waktu, semua itu ada waktunya, ada waktunya kita makan, belajar, bermain, bahkan bersosialisasi, kamu kan juga punya teman- teman yang ingin main sama kamu, kamu punya kami orang tua mu yang siap mendengar curhatan kamu, gak perlu curhat pribadi melalui jejaring social itu, sekali- kali gak apa- apa, asal jangan keseringan, sesuatu yang berlebihan itu gak baik, kamu ngerti kan nak?”Ujar Papa Bijak.”Maafin Diana ya Ma, Pa, Diana ngaku kalau uang yang selama ini di berikan Mama, Diana pakai untuk main FB pa, Maafin Diana ya?”Ujar Diana. “Ya sudah, gak apa- apa. Jangan di ulang lagi ya.”Ujar Papa. “Mama sich memaafkan kamu tapi, kamu tetap harus dapat hukuman.”Ujar Mama.”Tapi Ma,….”Ujar Diana, “Gak ada tapi- tapi an, semua perbuatan ada konsekuensinya, uang jajan kamu mama potong 5 ribu,uang potongan itu akan mama masukkan ke celengan kamu, dan celengan kamu mama sita, sampai uang yang telah kamu habiskan bisa kembali, mengerti?”Tanya Mama, Diana hanya mengangguk lemah.
Hari ini, saat jam pulang sekolah, Hp Diana berbunyi, “Halo, siapa nich?”Tanya Diana, “Hai Diana, ni aku Rendy.”Ujar Rendy. “Oh kamu, ada apa?”Tanya Diana, “Koq kamu udah jarang OL sich?”Tanya Rendy. “Aku gak boleh sering- sering buka FB. “Ujar Diana. “Kenapa?”Tanya Rendy. “Gak di kasih ma ortu, katanya boleh buka FB sekali- kali aja, gak boleh sering- sering. ‘Ujar Diana. “Loh?orang tua kamu koq gitu sich?kayak gak pernah muda aja. “Ujar Rendy. “Gak tahu, lagi pula semenjak aku sering main atau buka FB nilai- nilai ku turun derastis. “Ujar Diana. “Kenapa, kamu gak belajar ya?”Tanya Rendy, “Ya… gitu dech lupa waktu. “Ujar Diana.”Kamu gak asyik lagi nich…aku nyesel kenal dengan gadis culun kayak kamu, yang masih nurut aja apa kata orang tua, gak penting.“Ujar Rendy sambil menutup teleponnya. “Apa?Rendy bilang aku gadis culun?kemarin- kemarin aja waktu chating dia banyak muji aku, sekarang dia malah bilang aku culun.Dasar cowok brengsek.”Batin Diana.
Sekarang Diana lebih konsen ke sekolah dan tugas- tuganya, hanya kalau ada waktu luang Diana membuka FB, buat Diana, FB itu hanya untuk mengisi waktu luang aja, dia harus tetap memprioritaskan sekolahnya, karena itu untuk masa depannya, untuk masalah teman, Diana punya banyak teman disekolahnya, gak hanya dari FB saja kan?Uang Diana juga gak habis hanya untuk main internet, karena Papa membelikan Diana Laptop, jadi Diana gak perlu ke warnet lagi, main FB juga bisa lewat Laptop,Mama juga sekarang punya FB, karena Mama punya bisnis online, dan pemesanannya melalui FB, intinya semua jejaring social itu bermanfaat, selama kita bisa memanfaatkannya dengan benar.
.::Setetes Embun::. "Karya: Devina Wiyanto"
Hari ini hari minggu di penghujung bulan Februari. Hari ini mentari bersinar sangat cerah. Ironis, sangat bertentangan dengan ucap batinku saat ini.Saat aku sedang melamun di bawah rindangnya pohon mangga di rumahku..."Non Embunnnn....." suara Bi Sumarni menyapa lembut gendang telingaku."Iya Bi..." aku menjawab sekenanya. Sambil menyangga tubuhku pada pohon mangga, aku berdiri, lalu menopang tubuhku dengan tongkat penuntun. Aku melangkah masuk ke dalam rumah."Non, baru saya mau ke tempat Non, eh Non sudah di sini." kata Bi Sum, begitu biasanya aku memanggil Bi Sumarni."Ga apa-apa Bi, aku bisa sendiri kok. Oya Bi, ada apa ya?" tanyaku, heran pagi-pagi begini sudah dipanggil dengan hebohnya sama Bi Sum."Gini Non, tadi mama Non titip pesan sama saya buat nemenin Non ke rumah sakit. Nah, sekarang Non ganti baju dulu yu." kata Bi Sum sambil nuntun aku ke kamarku yang berada di belakang rumah.Setelah berganti pakaian, ditemani Bi Sum, aku pergi ke rumah sakit untuk menjalani terapi. Kami pergi ke rumah sakit naik mobil keluargaku. Pak Man yang mengantarkan kami ke sana. Ya, semenjak aku berumur 5 tahun, aku sudah terkena penyakit leukemia, penyakit yang sangat menakutkan bagiku. Terapi ini tidak membantu banyak bagi penyembuhan penyakitku. Kata dokter, umurku tidak lama lagi. Tapi aku harus menjalani terapi ini untuk bertahan hidup. Aku tidak ingin meninggalkan hidup yang telah Tuhan karuniakan kepadaku dengan sia-sia, aku harus bertahan hidup untuk memperjuangkan cintaku kepada Steve, pria yang sangat kucintai."Non Embun", suara Bi Sum membangunkanku dari lamunanku. Ternyata, kami sudah sampai di rumah sakit. Segitu lamanya ya aku ngelamun sampai aku tidak sadar kami sudah sampai di rumah sakit."Ayo turun Non, nanti keburu siang", suara Bi Sum meneruskan ucapannya tadi."Iya Bi, kita turun sekarang ya." ujarku muram.Kami turun dari mobil, lalu memasuki pintu otomatis rumah sakit. Kami naik ke lantai tiga rumah sakit, tempat aku akan menjalani terapi dengan menggunakan lift. Lift terasa bergoyang, menandakan dia sedang mengantarkan kami ke lantai tiga. Lift ini menjadi saksi bisu pengobatan penyakitku. Setiap seminggu sekali, aku menjalani terapi di rumah sakit ini. Sudah sepuluh tahun ku jalani terapi ini semenjak aku divonis tarkena penyakit leukemia.Pintu lift terbuka, dan aku beserta Bi Sum keluar dari lift. Kami berjalan ke arah ruang terapi. Baru saja kami sampai di depan pintu, aku dikagetkan oleh sosok Steve yang sedang meneteskan air matanya."Hei Steve, ada keperluan apa kamu di sini?" kataku sambil mencoba untuk tersenyum."Hai Embun. Oh, ga apa-apa ko, aku cuma mau ketemu sama dokter Reno aja ko" kata Steve sambil menyeka tetesan air mata dari mukanya, lalu tersenyum."Kamu kok nangis? Ada apa?" Kataku khawatir melihat raut wajah Steve yang sedih."Nangis? Engga kok, mataku cuma kemasukan debu. Hehe" kata Steve seraya tersenyum lagi kepadaku dan Bi Sum.Walaupun wajah Steve terlihat jujur, matanya tidak dapat membohongiku. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres."Ya sudah Embun, Bi, aku pamit dulu ya. Embun, have fun with your therapy ya" kata Steve kepadaku dan Bi Sum."Ok, dah Steve" kataku sambil mengayunkan tanganku ke kiri dan ke kanan.Tiga jam kemudian, terapi sudah ku jalani, aku menghampiri Bi Sum yang sudah menungguku dengan sabar. Lalu kami berjalan menuju ke parkiran, menghampiri mobilku dan masuk ke dalamnya."Pak Man, langsung pulang saja ya" kataku kepada Pak Man.Setengah jam kemudian kami sudah sampai ke rumah. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang.Aku meneruskan aktivitasku dengan makan siang, mandi sore, dan menonton TV, lalu aku tutup hari itu dengan tidur.Selama tiga minggu, aku menghabiskan aktivitasku dengan berjalan-jalan ke taman bersama Steve, membantu mama memasak menu masakan baru, bercerita dan ber-chatting ria kepada Lolita dan Mila yang keduanya merupakan sahabatku, dan menjalani terapi rutinku, yang sekarang ditingkatkan menjadi dua kali seminggu. Aku tidak tahu mengapa jadwal terapiku kini menjadi lebih padat. Tetapi tiga minggu ini aku merasa hidupku lebih berharga, karena Steve, Lolita, Mama, Papa, dan Bi Sum beserta Pak Man sangat menyayangiku. Karena itu, aku memutuskan untuk menulis surat untuk satu-satu dari mereka, lalu kusimpan dalam laci lemari kamarku yang menyatakan betapa aku sayang kepada mereka.Hari Senin sore di pertengahan bulan Maret, aku diajak Steve beserta Lolita dan Mila untuk berjalan-jalan ke taman. Sebenarnya, hari itu aku merasa kurang sehat, namun aku tidak ingin mengecewakan hati para sahabatku, terutama Steve, yang sekarang sudah resmi menjadi kekasihku.Setelah aku berpamitan kepada Mama, Papa, dan Bi Sum serta Pak Man, aku pergi bersama mereka ke taman dekat rumah kami. Oya, rumahku dan ketiga teman-temanku ini berdekatan, satu kompleks. Jadi, kami sering menghabiskan waktu bersama-sama.Saat sedang membicarakan kegiatan para pemuda di kompleks kami, aku merasa dadaku sesak, kepalaku pusing sekali, dan setelah itu semuanya gelap.Saat tersadar kembali, aku telah berada di sebuah ruang yang sangat ku kenal. Ruang kamar rumah sakit. Di sekelilingku, orang-orang yang ku sayangi telah berkumpul sambil menangis. Namun, setelah melihat aku membuka mataku yang sedari tadi terpejam, mereka tersenyum dan memanggil dokter dengan histeris.Satu minggu aku menginap di rumah sakit. Namun, suatu pagi, aku merasa tubuhku sangat lemas. Siang itu, ketika sedang bercanda dengan mama, aku mendadak tak sadarkan diri.*****Kami semua menangis membaca tulisan di kertas merah jambu itu yang ditujukan kepada kami. Surat itu dari Embun Pratiwi, gadis ceria yang telah meninggalkan kami semua selamanya. Kami berpegangan tangan sambil menangis bersama, dan menaburkan bunga segar ke gundukan tanah di atas pusara Embun. Selamat jalan Embun, engkau telah meneteskan setetes embun di hati kami masing-masing. Setetes embun itu akan selalu kami jaga dalam hati kami, tidak akan kami hapus, selamanya. Terima kasih karena kamu sudah mebuat hidup kami menjadi lebih berwarna.